Kamis, 28 April 2011

PTK Pendekatan Contektual Teaching And learning

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi tidak akan lepas dari perkembangan dalam bidang IPA. Perkembangan dari bidang IPA tidak mungkin terjadi bila tidak disertai dengan peningkatan mutu pendidikan IPA, sedangkan selama ini pelajaran IPA dianggap sebagai pelajaran yang sulit. Hal ini dapat dilihat dari Nilai mata pelajaran IPA yang rata-rata masih rendah bila dibandingkan dengan pelajaran lainnya. Ini Menunjukkan masih rendahnya mutu pelajaran IPA.

Untuk itu diperlukan suatu upaya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran salah satunya adalah dengan memilih strategi atau cara dalam menyampaikan materi pelajaran agar diperoleh peningkatan prestasi belajar siswa khususnya pelajaran IPA. Misalnya dengan membimbing siswa untuk bersama-sama terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan mampu membantu siswa berkembang sesuai dengan taraf intelektualnya akan lebih menguatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang diajarkan. Pemahaman ini memerlukan minat dan motivasi. Tanpa adanya minat menandakan bahwa siswa tidak mempunyai motivasi untuk belajar. Untuk itu, guru harus memberikan penguatan dalam bentuk motivasi sehingga dengan bantuan itu anak didik dapat keluar dari kesulitan belajar. 

Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan, kegagalan dalam belajar rata-rata dihadapi oleh sejumlah siswa yang tidak memiliki dorongan belajar. Untuk itu dibutuhkan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dengan upaya membangkitkan motivasi belajar siswa, misalnya dengan pendekatan Contektual Teaching And learning agar siswa terlibat langsung dalam kegiatan yang berorientasi langsung dengan lingkungan alamiah untuk menemukan konsep IPA.
Motivasi tidak hanya menjadikan siswa terlibat dalam kegiatan akademik, motivasi juga penting dalam menentukan seberapa jauh siswa akan belajar dari suatu kegiatan pembelajaran atau seberapa jauh menyerap informasi yang disajikan kepada mereka. Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengedapankan materi itu dengan lebih baik. Tugas penting guru adalah merencanakan bagaimana guru mendukung motivasi siswa (Nur, 2001: 3). Untuk itu sebagai seorang guru disamping menguasai materi, juga diharapkan dapat menetapkan dan melaksanakan penyajian materi yang sesuai kemampuan dan kesiapan anak, sehingga menghasilkan penguasaan materi yang optimal bagi siswa.
Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis mencoba menerapkan salah satu model pembelajaran, yaitu pendekatan pembelajaran Contektual Teaching And learning untuk mengungkapkan apakah dengan pendekatan Contektual Teaching And learning dapat meningkatkan motivasi belajar dan pemahaman belajar IPA. Penulis memilih pendekatan pembelajaran ini mengkondisikan siswa untuk terbiasa menemukan, mencari, mendikusikan sesuatu yang berkaitan dengan pengajaran (Siadari, 2001: 4). Dalam metode pembelajaran CTL siswa lebih aktif dalam membangun pengetahuannya untuk menemukan, dan memecahkan masalah sedang guru berperan sebagai motivator, fasilitator serta mediator dalam memberikan petunjuk cara memecahkan masalah itu.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa hasil belajar siswa dengan menerapkan pendekatan pembelajaran Contektual Teaching And learning lebih baik dari hasil belajar siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran tradisional. (Siadari, 2001:68). Menurut hasil penelitian Arif Kurniawan (2002) menunjukkan bahwa, sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta- fakta yang harus dihafal, kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu diperlukan strategi belajar baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghapalkan fakta- fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkontruksikan pengetahuan mereka sendiri.
Melalui landasan filisofis konstruktifisme CTL dipromosikan menjadi alternative strategi belajar baru. Melalui strategi CTL, siswa diharapkan belajar melalui mengalami, bukan menghapal. Konstruktifis berupaya membina suatu consensus yang paling luas dan mengenahi tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia. (Jalaludin: 1997).
Menurut R. Wilis Dahar dalam bunga rampai “ Membuka Masa Depan Anak-anak Kita”, dinyatakan bahwa sebagai filsafat belajar, konstruktifisme sudah terungkap dalam tulisan ahli filsafat Giambattista Vico tahun 1710, yang mengemukakan bahwa orang hanya dapat benar-benar memahami apa yang dikonstruksinya sendiri.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, konstruktifis berupaya mencari kesepakatan antara sesame manusia satu orang, yakni agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan ini perlu membangun kemandirian anak untuk mengelola pola fikir secara terarah.
Dalam proses pembelajaran, konsep ini menghendaki agar anak didik dapat dibandingkan kemampuannya untuk secara Konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam penyesuaian seperti ini, anak didik akan tetap berada dalam suasana aman dan bebas (Imam Bernadib, 1997).Bahwa pembelajaran dengan menggunakan strategi CTL dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, yang ditandai dengan peningkatan prestasi belajar siswa setiap putaran. Serta dengan menggunakan metode pembelajaran penemuan terbimbing terjadi peningkatan pola berpikir kritis dan kreatif pada kelas yang berdampak positif terhadap hasil belajar yang dicapai lebih baik daripada tanpa diberi metode pembelajaran serupa (Lestari, 2002). Dari beberapa hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa strategi pembelajaran CTL sangat erat digunakan dalam kegiatan pembelajaran terutama kegiatan pembelajaran IPA.
Dari latar belakang di atas maka penulis dalam penelitian ini mengambil judul “Upaya Meningkatkan Pemahaman siswa tentang bagian- bagian Tumbuhan melalui Pendekatan Contektual Teaching And learning Pada Siswa Kelas IV SDN Ngusikan I Kecamatan Ngusikan Jombang Tahun Pelajaran 2009/2010”.

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peningkatan pemahaman siswa tentang bagian- bagian Tumbuhan dengan diterapkannya pendekatan Contektual Teaching And learning pada siswa Kelas IV SDN Ngusikan I Kecamatan Ngusikan Jombang?
2.

Bagaimanakah pengaruh pendekatan Contektual Teaching And learning terhadap motivasi belajar siswa pada siswa Kelas IV SDN Ngusikan I Kecamatan Ngusikan Jombang?
C. Batasan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak kabur, maka diperlukan pembatasan masalah yang meliputi:
1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa Kelas IV SDN Ngusikan I kecamatan Ngusikan Jombang tahun pelajaran 2009/2010
2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil tahun palajaran 2009/2010.
3. Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan bagian-bagian tumbuhan.
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui peningkatan pemahaman siswa setelah diterapkannya Pendekatan Contektual Teaching And learning pada siswa Kelas IV SDN Ngusikan I Kecamatan Ngusikan I Jombang.
2. Mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan Pendekatan Contektual Teaching And learning pada siswa Kelas IV SDN Ngusikan I Kecamatan Ngusikan Jombang.
E. Manfaat Penelitian
Penulis mengharapkan dengan hasil penelitian ini dapat:
1. Memberikan informasi tentang pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran IPA.
2. Meningkatkan motivasi pada pelajaran IPA
3. Mengembangkan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan bidang studi IPA.
F. Definisi Operasional Variabel
Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pendekatan Contektual Teaching And learning adalah:
Merupakan konsep belajar yang membantu guru menghasilkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
2. Motivasi belajar adalah:
Daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan, pengalaman. Motivasi mendorong dan mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan.
3. Bagian- bagian Tumbuhan.
:
.
















BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat IPA
IPA didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat IPA.
Secara rinci hakikat IPA menurut Bridgman (dalam Lestari, 2001:7) adalah sebagai berikut:
1. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka.
2. Observasi dan eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat memahami konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.
3. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat.
4. Progresif dan komunikatif; artinya IPA itu selalu berkembang ke arah yang lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari penemuan sebelumnya.
Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah dalam rangkan menemukan suatu kebernaran.
5. Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan menggunakan metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil (produk).
B. Proses Belajar Mengajar IPA
Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman, 2000:5).
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. (dalam Usman, 2000:5).
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggungjawab moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.
Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar (Usman, 2000:4).
Sedangkan menurut buku Pedoman Guru Pendidikan Agama Islam, proses belajar mengajar dapat mengandung dua pengertian, yaitu rentetan kegiatan perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi program tindak lanjut (dalam Suryabrata, 1997:18).
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran IPA.
C. Pendekatan Contectual Teaching And Learning
Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.



Dalam konteks itu, siswa perlu memgerti apa makna belajar, apa manfaatu memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatunya, dalam status apa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagidirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu ,mereka memerlukan guru sebagai pembimbing.
Dalam kelas kontekstual,tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksutnya,guru lebih banyak berurusan dengan setrategi dari pada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru atau pengetahuan datang dari “menemukan sendiri” bahkan dari ‘apa kata guru’. Begitu peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
Kontekstual hanya sebagai strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, kontektual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna.Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada.
Pada pendekatan kontekstual merupakan strategi belajar yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafalkan fakta – fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
Melalui landasan filosofis konstruktivisme CTL ‘dipromosikan’ menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui trategi CTL siswa diharapkan belajar melalui “ mengalami”, bukan “menghafal”.
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching And Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Construkstivisme), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi ( Reflection), dan penilaian sebenarnya ( Authentic assessmet).
Dalam pembelajaran CTL tugas guru cenderung menjadi fasilitator. Tugas ini tidaklah mudah, lebih-lebih kalau menghadapi kelas besar atau siswa yang lambat atau sebaliknya amat cerdas. Karena itu sebelum melaksanakan metode pembelajaran dengan penemuan ini guru perlu benar-benar mempersiapkan diri dengan baik. Baik dalam tiap hal pemahaman konsep-konsep yang akan diajarkan maupun memikirkan kemungkinan yang akan terjadi di kelas sewaktu pembelajaran tersebut berjalan. Dengan kata lain guru perlu mempersiapkan pembelajaran dengan cermat, Soedjadi (dalam Purwaningsari, 2001:18).
Menurut Zahorik ( 1995; 14-22) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontekstual:
1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada ( activating knowledge)
2. Pemerolehan pengetahuan baru ( acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) yaitu dengan cara menyusun (a) konsep sementara (hipotesis) (b) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validitas) dan atas dasar tanggapan itu (c) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
4. Mempratekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut
5. Melakukan refleksi ( reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Penerapan Pendsekatan Kontekstual di kelas
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching And Learning( CTL) melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni : konstruktivisme (Construkstivisme), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi ( Reflection), dan penilaian sebenarnya ( Authentic assessmet). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL, jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Dan untuk melakukan itu tidak sulit, CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas bagaimana pun keadaannya.
Penerapan CTL, dalam kelas cukup mudah, secara garis besar langkahnya sebagai berikut:
1. Kembangkan pikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara belajar sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
2. Laksanakanlah sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topic
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4. Ciptakan masyarakat belajar
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7. Lakukan penilaian sebenarnya dengan berbagai cara.

D. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi
Motif adalah daya dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu, atau keadaan seserang atau organisme yang menyebabkan kesiapan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau perbuatan. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu (Usman, 2000:28).
Sedangkan menurut Djamarah (2002:114) motivasi adalah suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Nur (2001:3) bahwa siswa yang termotivasi dalam belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan meyerap dan mengendapkan mateti itu dengan lebih baik.
Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
2. Macam-macam Motivasi
Menurut jenisnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Motivasi Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar (Usman, 2000:29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002:115), motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Menurut Winata (dalam Erriniati, 1994:105) ada beberapa strategi dalam mengajar untuk membangun motivasi intrinsik. Strategi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa.
2) Memberikan kebebasan dalam memperluas materi pelajaran sebatas yang pokok.
3) Memberikan banyak waktu ekstra bagi siswa untuk mengerjakan tugas dan memanfaatkan sumber belajar di sekolah.
4) Sesekali memberikan penghargaan pada siswa atas pekerjaannya.
5) Meminta siswa untuk menjelaskan hasil pekerjaannya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi instrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam individu yang berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya.
b. Motivasi Ekstrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar. Misalnya seseorang mau belajar karena ia disuruh oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama dikelasnya (Usman, 2000:29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002:117), motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar.
Beberapa cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi instrinsik antata lain:
1) Kompetisi (persaingan): guru berusaha menciptakan persaingan diantara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain.
2) Pace Making (membuat tujuan sementara atu dekat): Pada awal kegiatan belajar mengajar guru, hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada siswa TIK yang akan dicapai sehingga dengan demikian siswa berusaha untuk mencapai TIK tersebut.
3) Tujaun yang jelas: Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan bagi individu yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam melakuakan sesuatu perbuatan.
4) Kesempurnaan untuk sukses: Kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas, kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan demikian, guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses dengan usaha mandiri, tentu saja dengan bimbingan guru.
5) Minat yang besar: Motif akan timbul jika individu memiliki minat yang besar.
6) Mengadakan penilaian atau tes. Pada umumnya semua siswa mau belajar dengan tujuan memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam kenyataan bahwa banyak siswa yang tidak belajar bila tidak ada ulangan. Akan tetapi, bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan ulangan lisan, barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia mendapat nilai yang baik. Jadi, angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi siswa.
Dari uraian di atas diketahui bahwa motivsi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari luar individu yang berfungsinya karena adanya perangsang dari laur, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai nilai yang tinggi, dan lain sebagainya.
E. Prestasi Belajar IPA
Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah. Menurut Poerwodarminto (1991:768), prestasi belajar adalah hasil yang dicapai (dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil pekerjaan, hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian kerja serta perjuangan yang membutuhkan pikiran.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapat diartikan bahwa prestasi belajar IPA adalah nilai yang diperoleh siswa setelah melibatkan secara langsung/aktif seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses belajar mengajar IPA.
F. Hubungan Motivasi dan Prestasi Belajar Terhadap Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing
Motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertetntu. Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik (Nur, 2001:3). Sedangkan prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar.
Sedangkan metode pembelajaran penemuan terbimbing adalah suatu metode pembelajaran yang memberikan kesempatan dan menuntut siswa terlibat secara aktif di dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan memberikan informasi singkat (Siadari, 2001:7). Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan terbimbing akan bertahan lama, mempunyai efek transfer yang lebih baik dan meningkatkan siswa dan kemampuan berfikir secara bebas. Secara umum belajar penemuan terbimbing ini melatih keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain. Selain itu, belajar penemuan membangkitkan keingintahuan siswa, memberi motivasi untuk bekerja sampai menemukan jawaban (Syafi’udin, 2002:19).
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya motivasi dalam pembelajaran metode pembelajaran penemuan terbimbing tersebut maka hasil-hasil belajar akan menjadi optimal. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu. Dengan motivasi yang tinggi maka intensitas usaha belajar siswa akan tingi pula. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intesitas usaha belajar siswa. Hasil ini akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
G. Kerangka Teori
1. Metode penemuan terbimbing adalah:
Suatu metode pembelajaran dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi-informasi yang secara tradisional bisa diberitahukan atau diceramahkan saja.
2. Motivasi belajar adalah:
Daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan, pengalaman. Motivasi mendorong dan mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan.
3. Prestasi belajar adalah:
Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran.

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan contectual teaching and learning memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (65,22%), siklus II (78,26%), siklus III (91,30%).
2 Penerapan metode pembelajaran contectual teaching and learning mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan metode pembelajaran penemuan terbimbing sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:
1. Untuk melaksanakan strategi pembelajaran contectual teaching and learning memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mempu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan strategi pembelajaran contectual teaching and learning dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prmahaman belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di SDN Ngusikan I Kecamatan Ngusikan Jombang tahun pelajaran 2009/2010.
4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates